Konsultasi Islam

Mengatasi Masalah dengan Syariah

Bayi Tabung

Posted by Farid Ma'ruf pada 13 Januari 2007

SOAL :

Banyak pasangan suami istri yang sudah bertahun-tahun menikah tetapi belum dikaruniai anak. Mereka pun gelisah. Usia sudah semakin tua, tetapi belum mempunyai anak. Lantas, siapakah yang akan merawat di hari tua? Kegelisahan ini sedikit tertolong dengan munculnya teknologi bayi tabung. Apakah teknologi ini bisa dibenarkan dari kacamata syariat?


JAWAB :

Proses pembuahan dengan metode bayi tabung antara sel sperma suami dengan sel telur isteri, sesungguhnya merupakan upaya medis untuk memungkinkan sampainya sel sperma suami ke sel telur isteri. Sel sperma tersebut kemudian akan membuahi sel telur bukan pada tempatnya yang alami. Sel telur yang telah dibuahi ini kemudian diletakkan pada rahim isteri dengan suatu cara tertentu sehingga kehamilan akan terjadi secara alamiah di dalamnya.

Pada dasarnya pembuahan yang alami terjadi dalam rahim melalui cara yang alami pula (hubungan seksual), sesuai dengan fitrah yang telah ditetapkan Allah untuk manusia. Akan tetapi pembuahan alami ini terkadang sulit terwujud, misalnya karena rusaknya atau tertutupnya saluran indung telur (tuba Fallopii) yang membawa sel telur ke rahim, serta tidak dapat diatasi dengan cara membukanya atau mengobati­nya. Atau karena sel sperma suami lemah atau tidak mampu menjangkau rahim isteri untuk bertemu dengan sel telur, serta tidak dapat diatasi dengan cara memperkuat sel sperma tersebut, atau mengupayakan sampainya sel sperma ke rahim isteri agar bertemu dengan sel telur di sana. Semua ini akan meniadakan kelahiran dan menghambat suami isteri untuk berbanyak anak. Padahal Islam telah menganjurkan dan mendo­rong hal tersebut dan kaum muslimin pun telah disunnahkan melakukannya.

Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan suatu upaya medis agar pembuahan –antara sel sperma suami dengan sel telur isteri– dapat terjadi di luar tempatnya yang alami. Setelah sel sperma suami dapat sampai dan membuahi sel telur isteri dalam suatu wadah yang mempunyai kondisi mirip dengan kondisi alami rahim, maka sel telur yang telah terbuahi itu lalu diletakkan pada tempatnya yang alami, yakni rahim isteri. Dengan demikian kehamilan alami diharapkan dapat terjadi dan selanjutnya akan dapat dilahirkan bayi secara normal.

Proses seperti ini merupakan upaya medis untuk mengata­si kesulitan yang ada, dan hukumnya boleh (ja’iz) menurut syara’. Sebab upaya tersebut adalah upaya untuk mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu kelahiran dan berba­nyak anak, yang merupakan salah satu tujuan dasar dari suatu pernikahan. Diriwayatkan dari Anas RA bahwa Nabi SAW telah bersabda :

“Menikahlah kalian dengan perempuan yang penyayang dan subur (peranak), sebab sesungguhnya aku akan berbangga di hadapan para nabi dengan banyaknya jumlah kalian pada Hari Kiamat nanti.” (HR. Ahmad)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA bahwa Rasulullah saw telah bersabda :

“Menikahlah kalian dengan wanita-wanita yang subur (peranak) karena sesungguhnya aku akan membanggakan (banyaknya) kalian pada Hari Kiamat nanti.”(HR. Ahmad)

Dengan demikian jika upaya pengobatan untuk mengusaha­kan pembuahan dan kelahiran alami telah dilakukan dan ter­nyata tidak berhasil, maka dimungkinkan untuk mengusahakan terjadinya pembuahan di luar tenpatnya yang alami. Kemudian sel telur yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dikem­balikan ke tempatnya yang alami di dalam rahim isteri agar terjadi kehamilan alami. Proses ini dibolehkan oleh Islam, sebab berobat hukumnya sunnah (mandub) dan di samping itu proses tersebut akan dapat mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu terjadinya kelahiran dan berbanyak anak.

Pada dasarnya, upaya untuk mengusahakan terjadinya pembuahan yang tidak alami tersebut hendaknya tidak ditem­puh, kecuali setelah tidak mungkin lagi mengusahakan terja­dinya pembuahan alami dalam rahim isteri, antara sel sperma suami dengan sel telur isterinya.

Dalam proses pembuahan buatan dalam cawan untuk mengha­silkan kelahiran tersebut, disyaratkan sel sperma harus milik suami dan sel telur harus milik isteri. Dan sel telur isteri yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dalam cawan, harus diletakkan pada rahim isteri.

Hukumnya haram bila sel telur isteri yang telah ter­buahi diletakkan dalam rahim perempuan lain yang bukan isteri, atau apa yang disebut sebagai “ibu pengganti” (surrogate mother). Begitu pula haram hukumnya bila proses dalam pembuahan buatan tersebut terjadi antara sel sperma suami dengan sel telur bukan isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri. Demi­kian pula haram hukumnya bila proses pembuahan tersebut terjadi antara sel sperma bukan suami dengan sel telur isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri.

Ketiga bentuk proses di atas tidak dibenarkan oleh hukum Islam, sebab akan menimbulkan pencampuradukan dan penghilangan nasab, yang telah diharamkan oleh ajaran Islam.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika turun ayat li’an :

“Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apa pun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat nanti).” (HR. Ad Darimi)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :

“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu Majah)

Ketiga bentuk proses di atas mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan, hanya saja di dalam prosesnya tidak terjadi penetrasi penis ke dalam vagina. Oleh karena itu laki-laki dan perempuan yang menjalani proses tersebut tidak dijatuhi sanksi bagi pezina (hadduz zina), akan tetapi dijatuhi sanksi berupa ta’zir*, yang besarnya diserahkan kepada kebijaksaan hakim (qadli).

———–

*ta’zir adalah sanksi syar’i terhadap suatu perbuatan maksi­at yang tidak ada had (ketentuan jenis dan kadar sanksi) dan kaffarah (tebusan) padanya.

Jawaban dikutip dari :

Abdul Qadim Zallum

Hukmu Asy Syar’i fi Al Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, Al Ijhadl, Athfaalul Anabib, Ajhizatul In’asy Ath Thibbiyah, Al Hayah wal Maut

Penerbit : Darul Ummah, Beirut, Libanon, Cetakan I, 1418/1997, 48 hal.

Penerjemah : Sigit Purnawan Jati, S.Si.

Penyunting : Muhammad Shiddiq Al Jawi

Tulisan Terkait :

1. Pembuahan dengan Sperma Suami yang Diawetkan Setelah Suami Meninggal

2.Pembekuan Janin

23 Tanggapan to “Bayi Tabung”

  1. hari said

    hi

  2. agus said

    kalau mau ikut berinteraksi gimana caranya

  3. agus said

    apa perbedaannya bayi tabung dengan kloning?
    tlng blsnya cpat

  4. ahyar sany said

    saya mau tanya?hukum bayi tabung haram atau halal lalu pandangan dalam islam bagaimana?

  5. adhe said

    saya minta tolong jelaskan hukum pelaksanaan bayi tabung dalam pandangan islam yang bersangkutan dengan sain??

  6. manna said

    bagaimana dengan zygot (hasil pertemuan antara ovum dan sperma ) yang telah jadi dan disimpan di dalam freezer? apakah ia wajib ditanam atau boleh dimusnahkan? karena pada saat proses bayitabung itu terjadi sampai lebih dari 5 zygot. dan yang ditanam di rahim antara 1-3.

  7. ATIQUR RAHMAN said

    apakah hukum bayi tabung uji itu haram rojeh??

  8. Thanks Atas Infonya. Tugasq Bisa kelar nih…..!!!!

  9. gantang said

    saya mau tanya kalo yang di lakukan ricky martin gimana ya? dia menanamkan spermanya lewat surogate gitu, disuntikkan ke rahim wanita dengan teknologi sepertinya. itu hukumnya bagaimana ya?

  10. bagaimana kalau sperma dan sel telur tidak dari suami istri?

    • viola said

      Lima perkara berikut ini diharamkan dan terlarang sama sekali, karena dapat mengakibatkan percampuran nasab dan hilangnya hak orang tua serta perkara-perkara lain yang dikecam oleh syariat.

      1. Sperma yang diambil dari pihak lelaki disemaikan kepada indung telur pihak wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
      2. Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.
      3. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung persemaian benih mereka tersebut.
      4. Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.
      5. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.

  11. FELIX said

    gimana pandangan Islam tentang kaum gay yang ingin punya anak lewat program bayi tabung ?

  12. bagas said

    terimakasih untuk semuanya

  13. Sania said

    Terimakasih banyak atas informasinya, ini sangat membantu sekali atas apa yg saya alami sekarang. jadi tidak was was,

  14. syafrina ahda said

    subhanallah Allah menciptakan manusia dengan akal dan pikiran yang luar biasa…………..sampai-sampai ilmu yang terkadang tak akan pernah terfikir tapi Allah mengubah itu semua dengan ilham yang Allah turunkan kepada siapa saja makhluk pilihannya…………

  15. Hamil said

    In vitro fertilisation is another way for a couple that want a baby

  16. Fahri said

    As…….. aku mau tanya nih hukum bayi tabung,dalam pandangan islam yang lebih detail lagi bro,dan aku minta refrensinya dulu cepat di balas ya?

  17. herlan said

    kalau hukum bayi tabung yang bukan suami istri itu apa???? haram atau tidak??? terimakasih!!blz cpt

  18. hasbullah said

    ada gak hukumnya bayi tabung…????????

  19. Ass.arek2 iki jawaban yg udah jelas itu g’ush dtnykn lagi nanti kayak kaum quraisy

  20. saesha said

    bagaimana jika sang istri pya kelainan dalam rahim.apakah akan tetap dilakukan pembuahan di rahim istrinya???

  21. roni said

    gimana hukum nya al quran di taruh di handphone kalau kita tidak wuduk

  22. maulidah said

    seharus nya jwbn anda disertai dgn surah atau hadist agar lebih jelas

Tinggalkan Balasan ke h.suroto,spd. Batalkan balasan