Konsultasi Islam

Mengatasi Masalah dengan Syariah

Menggunakan Pupuk Kandang

Posted by Farid Ma'ruf pada 18 Januari 2007

Soal:Ustadz, saya ingin bertanya masalah pupuk kandang.
Apa hukumnya menurut Islam?

Soalnya saya melihat bahwa penggunaanya itu susah untuk dihindari.

Jawab: Para ‘ulama berbeda pendapat dalam menghukumi status hukum penggunaan barang-barang najis. Sebagian ulama membolehkan, sebagian lain mengharamkan. Pendapat yang dipilih adalah pendapat yang mengharamkan. Untuk itu, penggunaan pupuk kandang untuk pemupukan tanaman pada dasarnya adalah perbuatan haram, karena termasuk ke dalam “memanfaatkan atau menggunakan benda-benda najis”. Pemanfaatan di sini tidak terbatas pada aspek memakan, meminum, atau menjualnya, akan tetapi juga mencakup pemanfaatannya untuk pemupukan, pakan ikan, dan sebagainya. Adapun dalil yang mengharamkan pemanfaatan atau penggunaan barang-barang najis ada dua sisi: pertama, pengharaman najis dari sisi najis itu sendiri; kedua, adanya dalil-dalil yang mengharamkan najis dari sisi dzatnya, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan darah, bangkai, kencing, anjing, babi dan sebagainya.

1. Keharaman najis dari sisi najis itu sendiri.

Di dalam al-Qur’an terdapat perintah dari Allah SWT agar kaum muslim menjauhi segala macam najis. Allah SWT berfirman tentang khamer:

Sesungguhnya arak, judi, berhala dan bertenung itu adalah najis, termasuk pekerjaan setan.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 90).

Maksud ayat ini adalah perintah untuk menjauhi najis itu sendiri. Walaupun najis dalam ayat ini dihubungkan pada arak, judi, berhala dan bertenung, akan tetapi perintah untuk menjauhinya tidak dihubungkan dengan empat hal tersebut akan tetapi dihubungkan dengan kata “najis” itu sendiri. Walhasil, berdasarkan dalalah isyarah bisa ditetapkan, bahwa ayat ini memerintahkan kaum muslim untuk menjauhi najis dari sisi najis itu sendiri. Allah SWT berfirman:

Hendaklah kamu jauhi najis…” (Qs. al-Hajj [22]: 30).

Meskipun maksud najis dalam ayat ini adalah najis maknawi, akan tetapi tidak boleh dikatakan bahwa ia hanya mencakup najis maknawi saja dan tidak mencakup pada najis hissiy (najis factual). Sebab, kata “rijs” pada ayat kedua (Qs. al-Hajj [22]: 30) dihubungkan dengan huruf alif dan lam (isim ma’rifah), sehingga ia berfaedah pada pengertian umum. Artinya, “rijs” di sini bersifat umum, tidak hanya najis maknawi, akan tetapi juga najis hissiy.

Semua ini menunjukkan bahwa perintah untuk menjauhi najis disebabkan karena najis itu sendiri, bukan karena sebab yang lain.

2. Dalil-dalil yang mengharamkan najis.

Banyak sekali riwayat yang menuturkan tentang keharaman najis dari sisi dzatnya sendiri, misalnya darah, daging babi, kencing, dan lain sebagainya.

*Bangkai. Rasulullah Saw telah mengharamkan bangkai, baik menjualnya, memanfaatkannya (kecuali kulit yang disamak, bangkai ikan, dan belalang), dan dianggap sebagai najis. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

Apa yang dipotong dari binatang ternah, sedang ia masih hidup adalah bangkai.” [HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi].

*Darah, baik ia darah mengalir, yaitu darah dari sembelihan hewan, atau darah haidl. Yang dimaksud darah di sini adalah darah yang tertumpah, bukan darah yang terdapat dalam urat-urat binatang yang disembelih. Allah SWT berfirman:

Katakanlah, ‘Tidak kujumpai di dalam wahyu yang disampaikan kepadaku makanan yang diharamkan kecuali bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena itu adalah najis.” (Qs. al-An’âm [6]: 145]).

Aisyah berkata, “Kami makan daging sedangkan darah tampak seperti benang-benang dalam periuk.” Kata Hasan pula, “Kaum muslim tetap melakukan sholat dengan luka-luka mereka.” [HR. Bukhari].

*Daging babi. Allah SWT berfirman:

Katakanlah, ‘Tidak kujumpai di dalam wahyu yang disampaikan kepadaku makanan yang diharamkan kecuali bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena itu adalah najis.” (Qs. al-An’âm [6]: 145).

Ayat ini menunjukkan dengan jelas, bahwa daging babi adalah najis.

*Anjing. Ia adalah najis dan wajib dicuci bagian tubuh yang dijilatnya. Ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah Saw:

Menyucikan bejanamu yang dijilat oleh anjing, ialah dengan mencucinya sebanyak tujuh kali, mula-mula dengan tanah.” [HR. Muslim, Imam Ahmad, Abu Daud, dan al-Baihaqi].

*Binatang Jallalah. Binatang jallalah termasuk najis, karena ada larangan mengendarai, memakan dagingnya dan meminum susunya. Yang dimaksud dengan binatang jallalah adalah binatang yang suka makan kotoran sampai baunya berubah, baik hewan itu unta, sapi, kambing, ayam, itik, dan lain sebagainya. Jadi, jika itik diberi makan kotoran hingga berubah baunya, maka ia termasuk binatang jallalah. Terhadap binatang jallalah ini Rasulullah Saw telah melarang memakan dan mengendarainya. Ibnu ‘Abbas berkata, “Rasulullah Saw telah melarang meminum susu jallalah.” [HR. Imam Lima]. Dalam riwayat lain dituturkan, “Nabi melarang mengendari jallalah.” [HR. Abu Dawud].

Akan tetapi, jika binatang jallalah ini dikurung dan dipisahkan dari kotoran dan diberi makan yang bersih hingga beberapa waktu, dan kembali memakan makanan yang bersih, maka ia tidak lagi disebut binatang jallalah.

Seluruh hadits-hadits di atas adalah dalil yang terperinci mengenai keharaman benda-benda najis. Jika Allah SWT telah mengharamkan najis, maka menggunakannya juga tidak diperbolehkan. Kecuali tentang air kencing yang digunakan untuk berobat. Dengan demikian, kotoran hewan tidak boleh digunakan untuk apapun. Sebab, ia adalah najis. Perhatikan sabda Rasulullah saw terhadap bangkai, Rasulullah Saw bersabda:

Janganlah kalian memanfaatkan bagian dari bangkai sedikitpun.” [HR. Bukhari dalam al-Târîkh].

Walhasil, pemanfaatan kotoran untuk pupuk termasuk perbuatan memanfaatkan najis yang terkategori keharaman.

Para fuqaha juga melarang jual beli benda-benda najis dan haram. Para ‘ulama membahas jual beli benda-benda haram dan najis ini dalam bab “Jual Beli Terlarang”.

Abu Bakar al-Jazairi dalam kitab Minhaj al-Muslim menyatakan, “Seorang muslim tidak boleh (haram) memperjualbelikan barang haram dan najis. Seorang muslim tidak boleh memperjualbelikan khamer, babi, gambar, bangkai, patung dan juga anggur yang hendak dijadikan khamer.” Ini didasarkan pada sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual khamer, bangkai, babi, dan patung.” [HR. Muttafaq ‘alaihi].

Barangsiapa menimbun anggur pada waktu panen untuk kemudian menjualnya kepada orang Yahudi atau Nashrani atau kepada siapa saja yang akan menjadikannya khamer, maka jelas-jelas dia telah memasukkan api neraka ke dalam matanya.” [HR. al-Baihaqi dan ath-Thabarani].

Jadi, siapa saja yang memperjualbelikan kotoran hewan baik untuk pupuk, atau untuk kepentingan yang lain adalah perbuatan haram.

Pada dasarnya anda bisa menggunakan pupuk dari daun-daun yang dibakar, atau dari daun-daun yang masih segar. Pupuk ini tidak kalah bagusnya dibanding pupuk kandang. Pemahaman bahwa tanaman hanya bisa subur dengan pupuk kandang adalah pemahaman yang kurang tepat. Wallahu a’lam bi as-shawab.

(Tim Konsultan Ahli Hayatul Islam [TKAHI]).

14 Tanggapan to “Menggunakan Pupuk Kandang”

  1. Sigit said

    Ustad,

    Saya ingin tanya kalau pupuk kandang dipakai di tanaman yang non konsumsi bagaimana, tapi bukannya sudah ada hasil risetnya bahwa pupuk kandang bisa lebih meningkatkan hasil?

    Kalau tidak salah juga pemerintah juga pernah menggalakkan penggunaan pupuk kandang sebagai pupuk yang ekonomis, hal ini tidak di fatwakan haram oleh MUI?

    Mohon pencerahannya. Terimakasih. Wassalamu’alaikum. wr. wb.

  2. sofyan said

    Kalau pupuk kandang yang digunakan adalah dari kotoran babi atau anjing, saya sepakat bahwa hal itu adalah najis. Tapi kalau pupuk yang digunakan adalah kotoran sapi, domba atau ayam?? Mohon disebutkan dalil yang menyatakan kotoran ketiga jenis hewan tersebut adalah najis.

    Apakah kalau kita dalam keadaan berwudhu, lalu terkena ketiga jenis kotoran tadi maka wudhu kita batal??? Kalau kotoran ayam, sapi atau domba tidak membatalkan wudhu maka berarti ketiga jenis pupuk kandang tadi bukan najis kan??

    Mohon jawaban lebih lanjut

  3. furqon isdianto said

    assalamualaikum saya ingin menanggapi sedikit biar pembaca tidak bingung,pernyataan ustad farid yang tidak mengkhususkan fadholaat alkhayawanaat/kotoran hewan,yang tdk boleh dimanfaatkan,karena dalil dalil yang dikemukakan ustad adalah untuk hewan hewan yang di haramkan. untuk hewan yang boleh dimakan/halal, memang ulama berbeda pendapat tentang kotoranya,tetapi banyak yang mengatakan kalau kotoran binatang yang boleh dimakan itu “tohir”[suci tapi tdk mensucikan],dan tidak membatalkan wudhu anjuran untuk menghilangkan kotoran binatang yg boleh dimakan yg mengenai pelaku ketika akan melakukan sholat/ibadah lainya,bertujuan menghindari/menghilangkan bau. kalau masalah khilafiah kita bebas memilih

  4. ass,
    secara alami, artinya kalau tidak ada campur tangan manusia dalam pengelola kotoran hewan, kotoran hewan merupakan pupuk yang sangat bagus untuk tanaman, dan merupakan bagian dari siklus kelestarian alam. ada keunggulan tertentu yang tidak bisa digantikan dengan daun. begitu juga sebaliknya, pupuk dari daun2an (humus) mempunyai keunggulan tertentu dibanding pupuk kandang.
    dengan adanya campur tangan manusia mengelola kotoran hewan, bisa didapat beberapa keuntungan, antara lain: membantu siklus alami, meningkatkan hasil dari tanaman yang berguna bagi manusia, meningkatkan kebersihan lingkungan.

  5. Kamiludin said

    Assalamualaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh.
    Apa yang disampaikan ustadz, saya setuju bahwa sebaiknya jangan menggunakan yang jelek ( najis ) untuk urusan kemaslahatan, karena Alloh itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik! Tetapi dalil yang digunakan kelihatannya tidak pas dengan masalah(maaf, saya hanya melihat dari terjemahannya. ingat !! Jangan mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram! Rosululloh pernah sholat di kandang kambing, Pernah menyuruh sahabat minum air seni unta untuk penyakitnya ! Jadi, jelas untuk “binatang halal kotorannya pun tidak najis”, apalagi kalau sudah diolah, bukankah sabda Rosululloh telah jelas bahwa Alloh jadikan bumi ini sebagai masjid, dan tanah sebagai pensuci.
    Alloohu a’lam
    Wassalamualaikum

  6. aisah said

    saya sebagai anak petani tidak setuju dengan menggunakan pupuk kandang itu haram. walaupun barang najis tp jika mempunyai manfaat lebih baik..kenapa tidak, (diperbolehkan).

  7. Abiesuman said

    Assalamualaikum.

    Saya copy pastekan sebuah pandangan lain, sebagai masukan saja.

    Sumber : http://www.ustsarwat.com/search.php?id=1205249226

    Haramnya Pupuk Kandang

    Assalamualaikum, Wr.Wb

    Ustad, saya sudah membaca dan mengetahui informasi tentang hukum haramnya berjualan barang atau produk hasil olahan najis, seperti pupuk kandang. yang masih menjadi pikiran saya dan butuh jawaban adalah

    1. jika pupukyangdibuat dari kotoran binatang ternak yang halal dikonsumsi seperti kambing/sapi mengapa kotorannya yang diolah menjadi haram
    2. jika kotoran kedua hewan ternak itu haram, apakah petani atau peternak yang memelihara mereka harus bersuci seperti kita bersuci dari najis anjing

    Demikian ustad kerisauan yang sedang melanda hati saya, karena saya melihat ada potensi lebih yang bisa didapat untuk meningkatkan perekonomian di desa saya dengan mengolah pupuk.

    Jazakumullah khairon katsiron,
    jawaban

    Assalamu ”alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

    Kotoran hewan hukumnya bukan haram, istilah yang lebih tepat adalah najis. Istilah haram biasanya terkait dengan hukum memakan atau meminum sesuatu, sedangkan najis terkait dengan tidak bolehnya kita shalat kalau badan, pakaian atau tempat shalat kita mengandung najis.

    Maka kita menyebut bahwa kotoran hewan itu najis, tidak kita sebut haram, karena memang tidak lazim memakan kotoran hewan. Kalaupun kita tidak memakannya, lantaran hukumnya najis.

    Orang yang terkena najis, tidak boleh shalat kecuali setelah dia menghilangkan najisnya. Dan menghilangkan najis itu cukup dengan mencucinya hingga bersih, hingga hilang warna, rasa dan aroma. Kecuali pada najis yang berat (mughallazhah), khusus najis yang berat, Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk mencucinya 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Babi dan anjing adala jenis najis yang berat.

    Huhubungan haram dengan najis ini bisa katakan sebagai berikut:

    1. Setiap benda yang najis maka hukumnya haram dimakan

    Misalnya kotoran hewan yang anda sebutkan itu. Hukumnya adalah najis, sebagaimana umumnya disepakati oleh para ulama. Kalau pun ada yang mengatakan tidak najis, hanya sebagian pendapat dari kalangan mereka. Misalnya mazhab Imam Ahmad rahimahullah, di mana mereka mengatakan bawa semua hewan yang halal dagingnya, maka kotorannya tidak najis.

    Namun kami tidak yakin kalau mazhab tersebut membolehkan kita makan kotoran hewan.

    2. Tidak semua yang haram dimakan, hukumnya najis

    Ada begitu banyak bendayang hukumnya memang haram untuk dimakan, tetapi tidak najis. Sebut saja bensin, pestisida, oli, minyak rem, racun tikus, aspal, asam, merkuri, obat nyamuk, bubuk mesiu, larutan Alkoholdan sejenisnya, semua haram dimakan. Sebab yang makan akan langsung meninggal dunia dengan sukses.

    Tetapi kita pun sepakat bahwa benda-benda itu tidak najis. Maka kita dibolehkan shalat sambil mengantungi obat nyamuk, karena obat nyamuk bukan benda najis. Alkohol 70% itu bukan benda najis, tapi tetap haram diminum.

    Kotoran Hewan

    Para ulama mensyaratkan kesucian benda yang diperjual-belikan. Sehingga berjualan benda-benda najis hukumnya dilarang. Darah, bangkai, daging babi, nanah, kotoran manusia dan hewan, air kencing, anjing dan seterusnya adalah benda-benda najis. Sehingga hukumnyatidak sah apabila diperjual-belikan.

    Namun karena pupuk kandang ini berguna untuk kesuburan tanamana, para petani tentu saja membutuhkannya.

    Kalau dikatakan tidak boleh diperjual-belikan, bukan berarti haram untuk dimiliki atau didistribusikan. Karena metode untuk memiliki tidak terbatas hanya dengan bentuk jual beli. Seseorang bisa memberiatau menghadiahkan kotoran hewan kepada orang lain, walau bukan dengan jalan menjualnya. Dan petani bisa saja menerima kotoran hewan dari peternak tanpa harus dengan jalan membelinya.

    Yang diharamkan hanya menjadikannya sebagai objek jual-beli, bukan memilikinya lewat cara lain. Maka cara lain selain jual beli bisa digunakan.

    Salah satunya lewat cara yang biasa digunakan para pengrajin tanaman dikampung-kampung Betawi sejak zamandahulu. Banyak pak Haji di Betawi yang punya penghasilan sebagai petani di kebun. Dan sejak dahulu mereka terbiasa menggunakan pupuk kandang, yang didapat dari tetangganya yang kebetulan memelihara sapi.

    Caranya bukan dengan membeli, tetapi memintanya. Dan karena diminta, tetangganya yang memelihara sapi pun memberinya. Jadi tidak ada jual beli secara hukum. Hanya saja, pak haji yang punya tanaman memberi uang jasa untuk biaya penampungan kotoran sapi, juga biaya untuk mengumpulkan kotoran sapi itu dan biaya pengepakannya. Sehingga tetangganya yang memelihara sapi tetap mendapatkan pemasukan, meski bukan dengan jalan menjual kotoran sapi. Jual beli tidak terjadi, tapi keuntungan tetap dapat.

    Inilah yang sering kami sebut dengan istilah ”kecerdasan syariah”. Kecerdasan model begini jarang dimiliki oleh kebanyakan kita. Kita biasanya lebih sering bicara tentang kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan-kecerdasan lainnya. Padahal sebagai muslim yang ingin masuk surga, kita wajib memiliki kecerdasan yang satu ini, yaitu kecerdasan syariah.

    Wallahu ”alam bishshawab, wassalamu ”alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

    Ahmad Sarwat, Lc

  8. FIRDAUS GANI said

    saya kurang bisa menerima, okelah klo memang haram, tapi tlong jelaskan “Klo kotoran ternak tdk dimanfaatkan sebagai pupuk karena alasan haram, lantas kotoran itu diapakan karena klo dibiarkn begitu saja, maka akan mencemari lingkungan…?

  9. Lebih baik lihat sisi manfaat dan bentuk jadi nya dan cara pengolahannya. bila bermanfaat dan tidak merugikan , maka sebaliknya mengutungkan secara luas …dari pada mencemari lingkungan dan memperluas area najis lebih baik di matangkan jadi pupuk organik ramah lingkungan.

  10. Abu Dzakiy said

    Jangan sampai status Hukum suatu masalah berubah, dikarenakan Azas Manfaat, maksudnya karena manfaat nya besar maka status hukum yang seharusnya tidak boleh menjadi boleh.

    Saya khawatir nanti ketika sudah banyak dan mayoritas manusia mengambil manfaat dan merasakan manfaat dari Memakan Riba maka Hukum Memakan Riba jadi Boleh.

  11. syifaiyah said

    Asswrwb. afwan ust. ok menyengaja menggunakan pupuk kandang ad haram c berasal dari benda haram. nah, bgm hukum buah tanaman yang dipupuk menggunakan pupuk kandang.

  12. amirudin said

    betanyalah ke ahlinya….

Tinggalkan komentar